Judul Buku : Penjara-Penjara Kehidupan
Penulis : Komaruddin Hidayat
Penerbit : Noura Books
Cetakan : Pertama, Maret 2016
Tebal : xiv + 282 Halaman
ISBN : 978-602-385-067-9
Buku Penjara-Penjara Kehidupan mengangkat tema yang
mengusung kehidupan yang lebih keras dan sulit diterima. Isi buku cukup
mendetail tentang keberadaan tuhan yang mencakup nilai sosial dan aspek
ketuhanan terhadap penerapan kehidupan sehari-hari. Saat ini negara kita
terkena perang saudara antar dua kota disebabkan oleh merebut kekuasaan dan
berambil alih suasana di sana. Tidak ada satu pun yang berani menghianati kota
yang berlandasan Islam.
Selain itu
ada beberapa artikel yang menyangkut manusia dalam pencarian kepada tuhan untuk
menerapkan kehidupan beragama bukan aturan umum. Oleh sebab itu artikel islam
ini bisa jadi menumbuhkan hidayah di balik realita hingga berakhir di liang
lahat.
Mengingat
Tuhan Maha gaib dan absolut, nalar manusia tidak sampai untuk mengenal dan
mengetahui-Nya sebagaimana kita mengenal dan mengetahui manusia atau objek
alam. Manusia, dengan bantuan nalar dan kitab suci, mencoba mengenal dan
mendekati Tuhan dengan memberikan atribus dan definis, mislanya Tuhan itu
diyakini sebagai wujud yang absolut (Absolut Being), yang dari-Nya
muncul entitas lain (contingent beings). Semua wujud yang ada ini muncul
dari-Nya. Dia itu Sang Pencipta dan Esa, pengatur jagad semesta, berada di luar
ruang dan waktu, karena Dia pencipta ruang dan waktu. Hakikat dan Zat Tuhan
yang Mahamutlak dan absolut itu tidak mungkin diketahui oleh nalar manusia yang
relatif dan sangat terbatas (Hal 29).
Demikianlah,
Tuhan diyakini kehadiran-Nya oleh manusia sepanjang sejara, namun sekaligus
menjadi objek diskusi dan perdebaran karena manusia tidak bisa melakukan
klarifikasi dan verifikasi sebagaimana dilakukan dalam kajian ilmiah.
Sepanjang
sejarah, manusia tak pernah berhenti mencari Tuhan dengan berbagai cara dan
jalan. Apa yang disebut agama sesungguhnya adalah jalan untuk mengenal dan
mendekat pada Tuhan. Ada agama yang diyakini datang dari Tuhan yang disampaikan
melalui rasul-nya, ada pula agama produk pemikiran kontemplatif manusia.
Berbagai ragam agama itu masing-masing memiliki karakter dan doktrin yang berbeda-beda,
sehingga di muka bumi ini terdapat pluralitas umat atau komunitas agama.
Hubungan antar pemeluk agama pun bermacam-macam; ada yang rukun dan damai-damai
saja, tetapi ada pula yang terlibat konflik dan perang sehingga meninggalkan
trauma, luka, dan sakit hati yang diteruskan dari generasi ke generasi. Ada
pula ajaran agama beserta pemeluknya yang sudah hilang masuk catatan sejarah.
Dalam hal
ini, berlaku teori darwinisme sosial historis, survival of the fittest. Hanya
agama yang dianggap cocok dan mampu menghadapi kritik dan kebutuhan manusia,
itulah yang akan bertahan, Karena itu, dalam tubuh internal agama pun terjadi
berbagai pemikiran agar kontekstual dan fungsional bagi zamannya. Lebih dari
itu, interaksi antara sesama pemeluk agama juga telah memungkinkan terjadinya
penetrasi unsur-unsur pemahaman dan tradisi agama lain sehingga tradisi agama
tidaklah statis.
Di
Indonesia, pertemuan, penetrasi, dan eklektisisme keagamaan sangat mudah
diamati. Mengingat dari zaman dahulu wilayah Nusantara ini selalu menarik
pendatang asing dengan berbagai pengaruh budaya dan agamanya, maka pemahaman
dan tradisi berbagai agama saling mempengaruhi.
Mengingat
manusia adalah pencari tuhan, beragamjalan dan pengalaman yang didapatkan
mereka ceritakan dan wariskan pada anak-cucunya.
Tuhan itu
dicari bukan semata untuk mengetahui dan mengenal-Nya dengan berbagai dalil dan
argumen yang kita pelajari dan hafal, melainkan untuk mendapatkan pencerahan
agar hidup kita berada di atas yang benarm baik, dan sebanyak mungkin memberi
manfaat bagi sesama makhluk ciptaan Tuhan, khusunya sesama manusia, apa pun
asal suku, bahasa, budaya, dan agamanya (Hal 31-33). Jadi manusia dalam pencari
tuhan adalah pendirian terhadap akhlaq dan ibadah pada Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar