Rabu, 26 April 2017

Sastra Indonesia yang Mempengaruhi Nilai dan Identitas Sosial

Judul Buku : Sastra yang Melintasi Batas dan Identitas
Penulis : Yusri Fajar
Penerbit : Basa Basi
Cetakan : I, April 2017
Tebal : 252 Halaman
ISBN : 978-602-61160-3-1

Sastra Indonesia tidak serupa dengan menilai karya yang ditulis oleh pengarang. Mungkin sejauh mungkin karya bisa menilai dari berbagai bidang dan perilaku. Budaya sastra sebagai tingkat estimasi dalam mengubah suatu imaginasi dalam karya tersebut dan mengolah kreatifitas terhadap seni sastra.
            Buku ini menjelaskan tentang penilaian dari setiap karya yang secara mengugah dan menggunakan metodologi dalam penciptaan karya oleh pengarang. Buku ini merupakan kumpulan esai yang memuat apresiasi karya terhadap pengarang. Selain itu buku ini direkomendasikan untuk para pengiat sastra, peneliti, antropologi budaya, dan para sastrawan.
            Identitas adalah entitas dinamis sebagai hasil dari negoisasi akar budaya lama dan sekarang, dari dialetika antar etnik, ras dan bangsa. Mercer, sebagaimana dikutip oleh Wedon, menyatakan bahwa identitas sering kiali menjadi isu krusial ketika sudah berada di ambang krisis, ketika identias yang diasumsikan pasti dan stabil yang digantikan oleh keraguan dan ketidakpastian (2004:1) Hal ini logis karena ketidakpastian (uncertainly) selalu membuat orang berusaha mencari identitas baru dan hidup dalam ketidakpastian tersebut. Dan ketidakpastian itu pada dasarnya disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk identias yang beragam dan tidak semata berasal dari satu aspek budaya, terutama di era pasca kolonial dan global di mana orang-orang berbeda ras dan etnik berhubungan.
             Konstruksi diri (the self) membutuhkan eksistensi ‘Sang Lain’ (the other). Secara kultural pembentukan identitas berkaitan dengan akar dan dinamika budaya; sedangkan secara instusional identias seringkali dikonstruksi atas formalisasi institusi tertentu seperti warga yabng memberikan atribut (identitas) penciri pada warga negaranya.
            Hubungan dua insan berbeda negara dan latar belakang budaya dengan sejarah masa lalu—yang tidak bisa dipisahkan dari fenomena penjajahan—memunculkan persoalan superioritas dan inferioritas identitas dari dulu hingga sekarang menjadi ciri hubungan bangsa terjajah dan penjajah. Penjajah sering kali berupaya membentuk budaya dan identitas pribumi berdasarkan paradigm dan aspek budaya barat (Hal 53-55).
            Nilai sosial tidak lepas dari identitas tersebut akan tetapi penilaian karya juga berdasarkan struktur cerita yang bisa mengandung nilai sosial, budaya, dan moralitas tersebut. Identitas sastra sebagai persepsi tulisan yang mempunyai latar belakang dan sudut pandang pengarang.
            Mengenai masyarakat dengan pluraritas identitas dan etnisitas yang dinamis banyak direpresentasikan dalam karya sastra. Narasi ketegangan dan kedamaian diatikulasikan oleh para sastrawaqn sebagai hasil pengamatan terhadap konstelasi dan dinamika manusia yang dipenuhi perpecahan disatu sisi, dan kebersamaan serta kerukunan di sisi lainnya. Konflik berlatar perbedaan etnik, agama dan aliran kepercayaan, stratifikasi sosial dan kepentingan ekonomi yang menginspirasi dan menjadi pilihan tematik beberapa sastrawan menunjukkan kritik para sastrawan terhadap ketidakmampuan menerima perbedaan. Sementara, kerukunan ditengah perbedaan dikisahkan sastrawan untuk merepresentasiakn harmoni sebagai dampak toleransi dan negoisas antarbudaya yang bisa dengan baik dilakukan.pada konteks ini karya-karya sastra menjadi medium menyuarakan dan mengingatkan kebhinekaan, menyemaikan arti toleransi, dan menjadi jembatan yang menghubungkan pemikiran serta sikap kritis sastrawan dengan publik.
            Berbagai alasan dalam mengangkat lanskap kontestasi perbedaan dan relasi mutual antarindivindu dan kelompoik masyarakat dalam karya sastra bisa didorong berbagai alasan, seperti ketertarikan atas peristiwa itu, upaya membangun kepedulian, motivasi memberikan pencerahan, kepentingan dokumentasi tekstual, hingga dorongan mendiseminasikan situasi sosio-kultural Indonesia ke pembaca lokal, nasional, dan internasional (Hal 91-93).

            Hikmah yang diambil adalah karya sastra sebagai pengukur karya terhadap kandungan sosial, budaya, dan moral.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar