Judul Buku : Menjenguk
Mantan
Penulis : Zayyin Achmad
Penerbit : Indie Book
Corner
Cetakan : 2017
Tebal : 170 Halaman
ISBN : 978-602-3092-45-1
Sepuluh November sampai
sekarang ini masih dikenang oleh sejarah. Banyak korban pada peristiwa itu
menimbulkan bekas serangan dari tentara Inggris dan betapa bangunan yang sudah
runtuh dan masih dihuni walau sudah dimakan usia. Banyak jalan begitu berlubang
dan warga tak bisa pergi sebelum kembali pada jalan seperti semula. Ada
beberapa kejadian yang sekiranya masih dalam dunia sosial dan budaya. Bendera
sudah merdeka walau kekerasan di jantung kota tetap ada hingga tak kunjung
selesai.
Melalui menjenguk kota Surabaya ini membuat waktu akan
mengenap perjalanan selama tujuh puluh satu tahun yang tak pernah terlupakan.
Surabaya sebagai kota pahlawan juga menyimpan diksi-diksi yang mengandung rindu
dan menemukan bait perbait tentang kota Surabaya.
“Bunga tunjung itu sudah hampir
mekar,Mbem / tapi negara ini sudah proklamasi pun / begitu merdeka / aku tak
mau kelak anak cucu kita / juga tergesa-gesa mengartikan kata merdeka”
Diksi ini mengingat ketika pejuang arek-arek Suroboyo
merebut kekuasaan kota terhadap tentara inggris. Hal ini sangat ketat untuk
diserang. Jendral Mallaby sudah menginjak tanah surabaya. Tetapi ia pasukan
Inggris dan pejuang arek-arek Suroboyo siap serbu. Sayang tubuh luka tak menghalangi
semangat pejuang. Ia tak mau hilangnya harta kekuasaan tersebut menentukan
nasib di kota Surabaya.
Ketika perang berlangsung bangunan dan tanah ini runtuh
tanpa tersisa. Sebenarnya justru menimbulkan konflik besar terhadap sejarah.
Pertempuran hebat meletus di Surabaya pada 31 Oktober 1945. Tentara Inggris di
bawah Mayor Venugopali terkepung oleh barisan rakyat. Brigjen Mallaby datang
dengan bendera putih bersama Kapten Smith, Kapten Shaw, dan Letnan Laughland
untuk menengahi pertempuran. Mobil Mallaby dicegat pemuda bersenjata di tengah
jalan. Mayor Venugopali tiba-tiba melempari granat untuk membebaskan Mallaby.
Tembak-menembak meletus di kedua belah pihak dan Mallaby tewas terpanggang di
dalam mobilnya. Panglima tentara sekutu memerintahkan Angkatan Darat, Laut dan
Udara untuk bersiap-siap melancarkan operasi besar-besaran. Provokasi ini
diimbangi dengan pidato-pidato Bung Tomo untuk menggelorakan semangat
pemberontakan melawan tentara sekutu.
Inilah suatu insiden merobekan bendera merah putih biru
ini sudah menjadi kenangan daripada zaman sekarang dilenyap usia tanpa khawatir
dengan waktu.
“Jadi jangan pernah kau anggap aku sebagai jalanmu
/ ramnai dan lenggang Yang hanya kau gunakan untuk mengantarmu ke tujuan //
Kalau nanti badanku ini terterombos peluru musuh dan kakiku tak sanggup berdiri
untuk mengecup keningmu”
Jangan pernah mengabaikan tentang Mallaby. Sang pemimpin
kejam ini telah berkuasa secara paksa. Sedangkan arek-arek Suroboyo sengaja
mengeruhkan tenaga dan tekad untuk membendungi kota. Penjajah sekutu hampir
memusnahkan peperangan karena ingin mengalahkan perjuangan di tengah kekuasaan
dan beralih pada sistem pemerintahannya. Bukan seperti bambu runcing yang
diincar adalah musuh bebuyutan. Oleh sebab itu peperangan pada zaman sepuluh november
tersebut membuat air mata kota jauh lebih mengenang tokoh yang sudah wafat
dalam usia tertentu.
Tidak hanya zaman perang namun persebaya juga sebagai
benteng pertahanan di jantung kota. Klub sepak bola dari Surabaya ini sudah
menjadi tanda-tanda kekuasaan yang tak pernah lelah. Persebaya atau disapa
dengan Green Force Alliance ini mampu
memenangkan sebuah kompetisi sepak bola di penjuru Nusantara.
“Jika kau ingin api untuk bekalmu
berjalan sepanjang hati maka larilah ke Surabaya / Dan jika rumahmu adalah
Surabaya maka haram hukumnya kau gundah”
Lihatlah jantung kota pahlawan yang baru-baru ini
persebaya dikepung oleh PSSI. Hal ini membuat pendukung sangat khawatir dan
ingin membalas dendam melalui spanduk, pamflet dan baliho tersebut. Hal ini Surabaya
makin menangis atas perlakukan PSSI telah memberhentikan sementara Persebaya
sebagai klub yang ingin merebutkan sepak bola nusantara. Persebaya tidak tenang
namun dia membalas dendam yang membuat para masyarakat akan takut dan
mengundang opini lebih kritis.
Seupama Surabaya sudah tak bisa lagi sabar memulihkan
pertandingan dan lembaga sepak bola tak mau mengalah terhadap situasi seperti
ini. Oleh karena itu Surabaya sebagai kota yang sangat kritis dan
berpuluh-puluh kejadian yang menyerang dengan sebuah emosi dan balas dendam
terhadap orang lain. Jadi Surabaya akan terjadi bila peristiwa datang.
· Resensi pernah dimuat oleh
Radar Sampit edisi 9 April 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar