Rabu, 26 April 2017

Bulan Terbelah di Langit Surabaya

Judul Buku : Menjenguk Mantan
Penulis : Zayyin Achmad
Penerbit : Indie Book Corner
Cetakan : 2017
Tebal : 170 Halaman

ISBN : 978-602-3092-45-1

Sepuluh November sampai sekarang ini masih dikenang oleh sejarah. Banyak korban pada peristiwa itu menimbulkan bekas serangan dari tentara Inggris dan betapa bangunan yang sudah runtuh dan masih dihuni walau sudah dimakan usia. Banyak jalan begitu berlubang dan warga tak bisa pergi sebelum kembali pada jalan seperti semula. Ada beberapa kejadian yang sekiranya masih dalam dunia sosial dan budaya. Bendera sudah merdeka walau kekerasan di jantung kota tetap ada hingga tak kunjung selesai.
            Melalui menjenguk kota Surabaya ini membuat waktu akan mengenap perjalanan selama tujuh puluh satu tahun yang tak pernah terlupakan. Surabaya sebagai kota pahlawan juga menyimpan diksi-diksi yang mengandung rindu dan menemukan bait perbait tentang kota Surabaya.
“Bunga tunjung itu sudah hampir mekar,Mbem / tapi negara ini sudah proklamasi pun / begitu merdeka / aku tak mau kelak anak cucu kita / juga tergesa-gesa mengartikan kata merdeka”
            Diksi ini mengingat ketika pejuang arek-arek Suroboyo merebut kekuasaan kota terhadap tentara inggris. Hal ini sangat ketat untuk diserang. Jendral Mallaby sudah menginjak tanah surabaya. Tetapi ia pasukan Inggris dan pejuang arek-arek Suroboyo siap serbu. Sayang tubuh luka tak menghalangi semangat pejuang. Ia tak mau hilangnya harta kekuasaan tersebut menentukan nasib di kota Surabaya.
            Ketika perang berlangsung bangunan dan tanah ini runtuh tanpa tersisa. Sebenarnya justru menimbulkan konflik besar terhadap sejarah. Pertempuran hebat meletus di Surabaya pada 31 Oktober 1945. Tentara Inggris di bawah Mayor Venugopali terkepung oleh barisan rakyat. Brigjen Mallaby datang dengan bendera putih bersama Kapten Smith, Kapten Shaw, dan Letnan Laughland untuk menengahi pertempuran. Mobil Mallaby dicegat pemuda bersenjata di tengah jalan. Mayor Venugopali tiba-tiba melempari granat untuk membebaskan Mallaby. Tembak-menembak meletus di kedua belah pihak dan Mallaby tewas terpanggang di dalam mobilnya. Panglima tentara sekutu memerintahkan Angkatan Darat, Laut dan Udara untuk bersiap-siap melancarkan operasi besar-besaran. Provokasi ini diimbangi dengan pidato-pidato Bung Tomo untuk menggelorakan semangat pemberontakan melawan tentara sekutu.
            Inilah suatu insiden merobekan bendera merah putih biru ini sudah menjadi kenangan daripada zaman sekarang dilenyap usia tanpa khawatir dengan waktu.
“Jadi jangan pernah kau anggap aku sebagai jalanmu / ramnai dan lenggang Yang hanya kau gunakan untuk mengantarmu ke tujuan // Kalau nanti badanku ini terterombos peluru musuh dan kakiku tak sanggup berdiri untuk mengecup keningmu”
            Jangan pernah mengabaikan tentang Mallaby. Sang pemimpin kejam ini telah berkuasa secara paksa. Sedangkan arek-arek Suroboyo sengaja mengeruhkan tenaga dan tekad untuk membendungi kota. Penjajah sekutu hampir memusnahkan peperangan karena ingin mengalahkan perjuangan di tengah kekuasaan dan beralih pada sistem pemerintahannya. Bukan seperti bambu runcing yang diincar adalah musuh bebuyutan. Oleh sebab itu peperangan pada zaman sepuluh november tersebut membuat air mata kota jauh lebih mengenang tokoh yang sudah wafat dalam usia tertentu.
            Tidak hanya zaman perang namun persebaya juga sebagai benteng pertahanan di jantung kota. Klub sepak bola dari Surabaya ini sudah menjadi tanda-tanda kekuasaan yang tak pernah lelah. Persebaya atau disapa dengan Green Force Alliance ini mampu memenangkan sebuah kompetisi sepak bola di penjuru Nusantara.
“Jika kau ingin api untuk bekalmu berjalan sepanjang hati maka larilah ke Surabaya / Dan jika rumahmu adalah Surabaya maka haram hukumnya kau gundah”
            Lihatlah jantung kota pahlawan yang baru-baru ini persebaya dikepung oleh PSSI. Hal ini membuat pendukung sangat khawatir dan ingin membalas dendam melalui spanduk, pamflet dan baliho tersebut. Hal ini Surabaya makin menangis atas perlakukan PSSI telah memberhentikan sementara Persebaya sebagai klub yang ingin merebutkan sepak bola nusantara. Persebaya tidak tenang namun dia membalas dendam yang membuat para masyarakat akan takut dan mengundang opini lebih kritis.
            Seupama Surabaya sudah tak bisa lagi sabar memulihkan pertandingan dan lembaga sepak bola tak mau mengalah terhadap situasi seperti ini. Oleh karena itu Surabaya sebagai kota yang sangat kritis dan berpuluh-puluh kejadian yang menyerang dengan sebuah emosi dan balas dendam terhadap orang lain. Jadi Surabaya akan terjadi bila peristiwa datang.

· Resensi pernah dimuat oleh Radar Sampit edisi 9 April 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar